Less Pride in Using Indonesian Language by the Govt.
Setelah membaca
artikel di harian Kompas 3 Oktober 2012 tentang Peminat Bahasa Indonesia di
Australia Terus Turun, ada pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi pemerintah
untuk terus berjuang mempromosikan dan memasyarakatkan Bahasa Indonesia. Apalagi
ada wacana Bahasa Indonesia berpotensi menjadi Bahasa Asean.
Faktanya, pemerintah
sendiri kurang bangga berbahasa Indonesia, malah cenderung melanggar
Undang-Undang. Contoh pertama, Jakarta
Fair lebih sering digunakan, ketimbang Pekan Raya Jakarta atau dahulu
dikenal dengan PRJ. Selain itu, Perhelatan akbar seperti Sail Morotai dan Tour d’
Singkarak yang melibatkan peserta dari berbagai negara, juga dijadikan nama
kegiatan oleh pemerintah daerah. Slogan atau tagline pada iklan promosi pariwisata, budaya, seni dan alam
Indonesia juga menggunakan bahasa asing yakni Wonderful Indonesia. Parahnya lagi, Liga Sepakbola di Indonesia juga
menggunakan bahasa asing yakni Indonesian
Premier League. Padahal, Liga Italia saja pakai Bahasa Italia Lega Calcio, Liga
Prancis dengan sebutan Ligue 1, Liga Spanyol dengan La Liga BBVA, Liga Portugal
dengan nama Premiera Liga. Ditambah lagi dengan Busway, Train for Ladies,
Commuter Line dan lain sebagainya.
Dalam UU No.24 Tahun
2009 Pasal 25 ayat 3 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu
Kebangsaan, berbunyi “Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara berfungsi
sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat
nasional, pengembangan budaya nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta
sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan
bahasa media massa.”
Apakah selama ini
pemerintah kurang bangga menggunakan Bahasa Indonesia penamaan dalam setiap
kegiatannya? Atau bahasa asing lebih menjual ketimbang bahasa kita? Apakah fungsi
kontrol pemerintah terhadap bahasa asing yang digunakan dalam acara di televisi
dan gedung bangunan seperti Sekarang ini,
School, Hospital, Apartment, Residence, Mall, Plaza, Estate, Marketing Office
dsb., lebih sering digunakan untuk nama bangunan padahal UU No.24 tahun 2009
Pasal 36 Ayat 2 menyatakan "Bahasa Indonesia Wajib digunakan untuk nama
bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks
perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang
didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia."
Posting Komentar