(Mencoba) Mendomestikasi Bahasa Asing

Rabu, 25 April 2012 | komentar


(Mencoba) Mendomestikasi Bahasa Asing

Bentuk ‘neokolonialisme’ terjadi bukan hanya dalam bidang perekonomian dan bisnis, tetapi terjadi terhadap bahasa Indonesia. Cita-cita bangsa ini yang juga tercantum dalam Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 lama-kelamaan akan sirna. Tidak akan ada lagi yang namanya ‘Berbahasa satu, bahasa Indonesia.’ Buktinya apa? Banyak murid dan mahasiswa/i tidak menyukai pelajaran bahasa Indonesia terbukti dari nilai Ujian Nasional yang lebih rendah ketimbang matematika dan bahasa Inggris. Selain itu, guru yang mengajar bahasa Indonesia di kelas baik dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi masih kurang baik dan kurang menarik minat mereka. Pasalnya, pengajaran yang diberikan guru masih konvensional yakni mencatat di papan tulis dan memberikan tugas atau latihan di LKS.
Hal yang paling ingin digarisbawahi adalah mengenai penggunaan bahasa asing (bahasa Inggris, Mandarin, Perancis dll.) yang berlebihan oleh media: mulai dari iklan televisi, judul film, percakapan dalam film, serta pemerintah atau pejabat. Lihat saja papan iklan besar di pinggir jalan seperti penggunaan kata untuk istilah properti: ‘Real Estate’, ‘Residence’, ‘Mansion’, ‘Pent House’, ‘City Resort’ yang mungkin masih kurang tepat dalam penggunaannya atau salah konsep. Seharusnya kata tersebut diterjemahkan secara fonologis menjadi ‘Rel Estat’, ‘Residen’, ‘Regensi’, ‘Mensyen’, ‘Resot’ atau terjemahkan secara literal atau harfiah menjadi perumahan, kompleks, kota, bukit, bumi, taman, kemudian diikuti nama daerah di mana perumahan itu dibangun seperti ‘Bumi Sawangan’, ‘Regensi Pamulang’, ‘Taman Bukit Baranang’ dan lain-lain.
Jadi, jika tidak begitu menguasai bahasa asing, lebih baik pemasar menggunakan bahasa Indonesia, sehingga tidak terjadi kesalahan konsep yang memalukan dalam menggunakan bahasa asing.
Parahnya lagi, ada kalimat ‘Let the taste out’ di papan iklan rokok di sisi jalan dan ini merupakan kesalahan yang fatal. Karena kata ‘Let’ dalam bahasa Inggris harus diikuti nomina kemudian verba seperti ‘Let me go’, sedangkan kata ‘out’ merupakan preposisi. Mengapa tidak menggunakan bahasa Indonesia? Atau dapat saja diterjemahkan menjadi ‘Rasakan nikmatnya!’, ‘Cobalah kenimatannya!’, ‘Dapatkan rasanya!’, ‘Biarkan rasa berbicara!’, ‘Rasa adalah segalanya!’. Mudah dan indah bukan, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia?
Penggunaan bahasa asing yang berlebihan juga dapat kita lihat dalam acara televisi seperti ‘Extravaganza’, ‘City View’, ‘Dorce Show’, ‘Kick Andy’, ‘Breaking News’, ‘Expedition’, ‘Happy Show’, ‘Deal or No Deal’ bukannya ‘Berita terbaru’ atau ‘Berita Terkini’, ‘Bincang dengan Dorce’, ‘Ekspedisi’, ’Setuju atau Batal’. Begitu juga dengan judul film di bioskop seperti ‘Get Married’, ‘Eiffel I’m in Love’, ‘Me vs. High heels’, ‘High school musical’, ‘Soul’ yang kualitasnya masih lebih baik dari film Indonesia dengan judul berbahasa Indonesia seperti ‘Daun di atas Bantal’, ‘Laskar Pelangi’, ‘Ayat-Ayat Cinta’ dsb.
Identitas bangsa dicirikan dengan budaya dan bahasa bangsa tersebut. Semakin banyak bahasa itu digunakan, maka semakin terlihat identitas bangsa tersebut. Bayangkan jika bahasa Indonesia sudah jarang digunakan, berarti bangsa ini sudah hilang identitasnya. Jepang, Inggris, Cina, Arab, Jerman, Perancis adalah bangsa yang bahasanya digunakan hampir di seluruh dunia dan konsisten terhadap penggunaan tata bahasa, susunan kata dan kosa kata.
Selain itu, banyak toko besar menggunakan pula nama asing, seperti ‘Giant’, ‘Hyperstore’, ‘Hypermart’, ‘Town square’, ‘Mall’, ‘Plaza’, ‘City’ dan banyak lagi. Lelah dan kesal rasanya jika setiap hari ada istilah atau kata-kata asing baru yang digunakan oleh pemasar, media dan pemerintah.
Kalangan pemerintah juga menggunakan bahasa asing seperti ‘busway’, ‘monorail’, ‘waterway’, ‘flyover’, ‘underpass’. Mereka seharusnya menerjemahkannya menjadi jalan susun bawah tanah atau jasunbata, jembatan layang, transjakarta, kereta Jakarta dsb. Bangsa ini belum sepakat bahwa bahasa Inggris adalah bahasa kedua seperti di Singapura, Malaysia, India, Hongkong melainkan masih bahasa asing.
Ini merupakan tugas penerjemah, pemerintah, anggota DPR, pusat bahasa, pengajar, dosen, media, peserta didik serta peneliti untuk dapat mendomestikasi (domesticating) bahasa asing dengan tujuan meneruskan cita-cita Sumpah Pemuda 1928, meningkatkan nasionalisme seperti negara Jepang, Korea Selatan, Rusia serta memperkaya kosa kata bahasa Indonesia yang diserap atau diterjemahkan dari bahasa asing ke bahasa Indonesia sehingga kita memiliki Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi keempat atau kelima yang lebih lengkap, mewakili dan komprehensif, bukannya ‘foreignisation’ forenisasi atau asingnisasi. Apa gunanya Kamus Kata Serapan Asing yang disusun oleh J.S. Badudu?

18 Desember 2008

Share this article :

Posting Komentar

 
© 2012 Bahasa, Budaya, Penerjemahan - Ridwan Arifin

Template : Mas Template
Edited :
Toko Online Perlengkapan Haji dan Umrah
BERANDA | KEMBALI KE ATAS